A.
KONSTRUKSI POROS ENGKOL
Poros
engkol mempunyai satu atau lebih bagian eskentrik yang dinamai engkol dan
terdiri dari pena engkol serta lengan engkol. Pada poros engkol terdiri dari
crank journal dan didukung bantalan
utama crankcase main bearing yang juga merupakan pusat putaran. Pada crankpin
terpasang batang
Gambar 9.1. Konstruksi Poros Engkol
torak dan crank arm
yang menghubungkan crank journal
dan crankpin. Untuk mencapai keseimbangan
(balance) pada putaran poros engkol dipasang balance
weight.
Bentuk poros engkol ditentukan oleh banyaknya silinder dan urutan
pengapian (F.O / Firing Order) suatu kendaraan.
Untuk kendaraan dengan 4 silinder biasanya mempunyai urutan pengapian :1 - 3 - 4 - 2
atau 1 – 2 - 4 - 3. Pada kendaraan dengan 6 silinder biasanya :1 - 5 - 3 - 6 - 2 - 4
atau 1 -
4 - 2
- 6 - 3 - 5.
B.
URUTAN PENYALAAN
Lebih banyak jumlah silinder akan
menghasilkan jarak antar penyalaan lebih
rapat. Susunan pena engkol beserta kam-kam mempunyai hubungan erat dengan
urutan pengapian/penyalaan. Dengan urutan penyalaan yang baik, getaran dan
goncangan motor menjadi kecil. Dalam
tiap siklus motor empat langkah terjadi satu langkah usaha/kerja tiap poros
engkol berputar dua kali atau 2 x 360 d.e (derajat engkol). Jadi bila jumlah silinder motor adalah z, maka proses kerja
terjadi tiap :2 X 360 d.e.
Z
Dengar cara yang sama, kerja/usaha pada
motor dua Iangkah terjadi tiap :
1 X 360 d.e.
z
Maka pada motor empat silinder, proses kerja terjadi tiap : 2 X 360
= 180. d.e.
4
Tiap poros engkol berputar 180 d.e.,
terjadi proses kerja pada salah satu silinder. Pada putaran engkol 180 d.e.
berikutnya terjadi pula proses kerja pada silinder lainnya. Demikianlah
seterusnya keempat silinder sudah menjalani proses kerja bila engkol telah
menempuh sudut 2 x 360 d.e. atau dua putaran engkol.
Urutan proses kerja tersebut
dinamakan urutan penyalaan/pengapian (F.O). Misalnya, Suatu motor empat langkah
mempunyai urutan pengapian 1-3-2-4. Artinya sesudah silinder no. 1 mengadakan
proses kerja, segera disusul silinder
no. 3 kemudian disusul silinder no. 2
dan akhirnya silinder no. 4. Sesudah silinder no. 4, maka silinder no. I mengadakan proses kerja lagi, dan seterusnya.
Setiap Iangkah torak memerlukan 180o
d.e. Motor empat langkah setelah satu
silinder menyelesaikan proses kerja, silinder berikutnya akan
melangsungkan proses kerja dan motor
yang demikian dikatakan mempunyai pengimpitan tenaga nol. Contoh Iain pada motor empat
langkah enam silinder proses kerja
akan terjadi
tiap
2 X 360 = 120
d.e. Sebab tiap dua
putaran engkol masing-masing silinder telah
6
menyelesaikan satu siklus. Jadi pengimpitan tenaga 180 — 120 = 60 de.
Artinya 60 d.e. sebelum suatu silinder menyelesaikan proses kerjanya telah
dilahirkan pula proses kerja pada silinder berikutnya.
1. Motor Empat Langkah Dua Silinder
Tabel 9.1a. urutan penyalaan Tabel 9.1b. urutan penyalaan
Urutan
slndr 1 2
Urutan slndr
1 2
Putaran
Putaran
0o 0o
E K E B
Pertama 180O Pertama 180O
B E B I
360O 360O
I
B I
K
Kedua 540º
Kedua
540O
K
I K E
720O 720O
DaIam tabel 9.1a diperlihatkan urutan
penyalaan tiap dua putaran poros engkol. Kedua proses kerja terjadi pada
putaran pertama dan pada putaran kedua
tidak ada Iangkah kerja, semuanya langkah percuma. Dalam tabel 9.1b tiap
putaran dilahirkan satu proses kerja. Pada awal putaran pertama, terjadi proses
kerja, pada akhir putaran kedua terjadi proses kerja dari silinder kedua. Jadi,
untuk tiap putaran engkoi terjadi proses kerja. Urutan penyalaan kedua Iebih baik daripada penyalaan pertama.
2. Motor Empat Langkah Empat Silinder.
Tabel 9.2. urutan penyalaan 1 – 3
– 4 – 2
|
Satu putaran
|
Dua putaran
|
||
No. silndr
|
0o – 180o
|
180o – 360o
|
360o – 540o
|
540o – 720o
|
1
|
Kerja
|
Buang
|
Isap
|
Kompresi
|
2
|
Buang
|
Isap
|
Kompresi
|
Kerja
|
3
|
Kompresi
|
Kerja
|
Buang
|
Isap
|
4
|
Isap
|
Kompresi
|
Kerja
|
Buang
|
Tabel 9.3. urutan penyalaan 1 – 3 – 2 – 4
|
Satu putaran
|
Dua putaran
|
||
No. Silndr
|
0o – 180o
|
180o – 360o
|
360o – 540o
|
360o – 540o
|
1
|
Kerja
|
Buang
|
Isap
|
Kompresi
|
2
|
Isap
|
Kompresi
|
Kerja
|
Buang
|
3
|
Kompresi
|
Kerja
|
Buang
|
Isap
|
4
|
Buang
|
Isap
|
Kompresi
|
Kerja
|
Dua
kemungkinan urutan penyalaan motor empat langkah, yaitu 1—3—2—4 dan 1—3—4---2. Yang umum dipakai ialah 1—3—4—2,
karena menghasilkan getaran dan goncangan
yang relatif Iebih kecil. Dan diagram penyebaran siklus pada tabel 9.2 nampak
bahwa proses kerja terjadi setiap 180 d.e. Jadi pengimpitan tenaganya nol d.e.
Pada saat torak no. 1 bergerak menuju TMB dalam menyelesaikan proses kerjanya,
torak no. 4 juga sedang bergerak ke TMB tetapi dalam proses pengisian, sementara
itu torak no. 2 bergerak ke TMA dalam proses pembuangan dan torak no. 3
bergerak ke TMA dalam !angkah kompresi.
Diagram penyebaran siklus (tabel 9.3)
dengan urutan pengapaan 1-3-2-4 menunjukkan hahwa ketika torak no. 2 melakukan
proses kompresi, torak no. 3 sedang melakukan proses kerja, torak no. 1 melakukan
buang, dan no. 4 mengadakan pengisian.
Jadi
pada motor empat Iangkah empat silinder, biarpun proses kerja terjadi
berurutan, tekanan yang disalurkan ke poros engkol mengalami perubahan.
3. Motor Empat
Langkah Enam Silinder
Macam konstruksi poros engkolnya
ditunjukkan pada gambar di bawah. Masing-rnasing jenis tersebut merupakan
gabungan dua pasang poros engkol motor empat Iangkah tiga silinder. Sudut kisar sumbu pena engkol saling mengapit sudut 1200
terhadap pasangan sumbu pena engkol lain. Untuk konstruksi poros engkol tersehut
pada gambar 7.2a, pena engkol 1-6, 2-5 dan 3-4 masing-masing terletak pada satu
garis.
Gambar 9.2. Konstruksi pena engkol motor 4 tak 6
silinder
Untuk konstruksi poros engkol pada gambar 9.2b
pena engkol 1-6, 3-4 dan 2-5 masing-masing
terletak pada satu garis. Jenis ini banyak dipakai pada kendaran-kendaraan bermotor
yang mempunyai silinder sebaris. Urutan penyalaan pada umumnya adalah 1-5-3-6-2-4, karena susunan ini menghasilkan getaran paling
kecil. Proses kerja terjadi setiap 2 X 360 = 120 d.e.
6
Jadi mempunyai pengimpitan tenaga sebesar 180
— 120 = 60 d.e.
Diagram penyebaran siklus ditunjukkan pada tabel 9.4. Sebelum
silinder no. 1 rnenyelesaikan siklusnya,
silinder no. 5 menyusul dan selanjutnya silinder no. 3. Pada saat silinder no.
1 sedang mengadakan Iangkah kerja silinder no. 6 sedang mengadakan langkah pengisian, silinder no. 2 sedang mengadakan Iangkah
pembuangan dan silinder no. 5 mengadakan kompresi. Sementara itu silinder
no. 3 menyelesaikan langkah pengisian dan silinder no. 4 mengadakan langkah kerja
terakhir.
Tabel 9.4. Penyebaran Siklus F.O. 1
– 5 – 3 – 6 – 2 – 4
No.
Sil
|
0o – 180o
|
180o – 360o
|
360o – 540o
|
540o – 720o
|
||||||||
1
|
Kerja
|
Buang
|
Isap
|
Kompresi
|
||||||||
2
|
ang
|
Isap
|
Kompresi
|
Kerja
|
B u -
|
|||||||
3
|
isap
|
Kompresi
|
Kerja
|
Buang
|
I s
a p
|
|||||||
4
|
j a
|
Buang
|
Isap
|
Kompresi
|
K e r -
|
|||||||
5
|
presi
|
Kerja
|
Buang
|
Isap
|
Kom-
|
|||||||
6
|
Isap
|
Kompresi
|
Kerja
|
Buang
|
||||||||
Tabel 9.5. Pengimpitan Tenaga F.O. 1 – 5 – 3 – 6 – 2 – 4
No.
Sil.
|
0o – 180o
|
180o –
360o
|
360o –
540o
|
540o –
720o
|
||||||||
1
|
Kerja
|
Buang
|
Isap
|
Kompresi
|
||||||||
5
|
presi
|
Kerja
|
Buang
|
Isap
|
Kom-
|
|||||||
3
|
isap
|
Kompresi
|
Kerja
|
Buang
|
I s a p
|
|||||||
6
|
Isap
|
Kompresi
|
Kerja
|
Buang
|
||||||||
2
|
ang
|
Isap
|
Kompresi
|
Kerja
|
B u -
|
|||||||
4
|
j a
|
Buang
|
Isap
|
Kompresi
|
K e r -
|